Mini FF : Ridiculous Girlfriend

cove2r

Laura masuk ke gedung apartemennya. Sembari berjalan gadis itu mengambil ponsel dari tas tangannya dan membuka aplikasi Twitter. Ia ingin melihat perkembangan apa yang sedang terjadi setelah sekian lama tidak menyentuh akun media sosialnya itu. Namun, ada yang menarik perhatiannya. Twitter laki-laki itu.

Laura lantas mengklik tautan yang di-tweet oleh laki-laki itu. Tak butuh waktu lama, gambar di depannya sukses membuat Laura membatu di tempat. Napasnya tercekat, dan tangan refleks menutup mulutnya yang hampir mengeluarkan pekikan kaget. Layar ponselnya menampilkan beberapa foto Marc yang sedang syuting membuat perutnya mulas. Salah satunya adalah foto Marc sedang tertidur. Laura semakin kesulitan bernapas melihat foto lainnya yang menampilkan tubuh setengah telanjang Marc, menampakkan dada bidangnya dengan otot-otot yang mencuat sempurna. Demi Tuhan, maskulinitas Marc hampir membunuhnya.

Astaga! Gadis itu merasa sesak luar biasa. Kenapa manusia itu diciptakan begitu memesona sih? Bodohnya lagi, baru kali ini Laura mengakui ketampanan kekasihnya sendiri. Well, selama hampir 2 tahun berpacaran, Laura tidak terlalu memperhatikan ketampanan Marc. Namun, entah kenapa akhir-akhir ini gadis itu menyadari Marc memiliki kadar ketampanan yang berlebihan. Ini untuk kesekian kalinya sejak beberapa minggu terakhir ia mengalami kejut jantung akibat foto laki-laki itu. Dan kali ini ia mengalami puncak yang paling parah.

Gadis itu masih bergeming melihat foto tersebut hingga bunyi suara ponsel membuatnya tersadar dan lagi-lagi tersentak kaget. Jantungnya seperti dipompa dua kali lipat ketika melihat nama yang tertera di layar ponselnya. Marckie Jelek.

Tangan Laura tiba-tiba bergetar. Ide untuk me-reject sambungan telepon itu sempat terlintas di benaknya. Namun, alih-alih melakukannya, Laura lantas menempelkan ponselnya ke telinga. Suara ringan langsung menyahut di seberang sana.

“Hai… kau sedang apa?”

Tak ada panggilan sayang. Namun, jantung Laura berdetak tak keruan mendengar suara laki-laki itu. Sebutlah ia gila. Pada kenyataannya ia memang hampir gila karena Marc. Laura hendak menjawab. Tapi, tak sedikit pun suara berhasil keluar dari bibirnya. Mendadak ia menjadi bisu.

“Laura…, kau masih di sana?” Marc memanggilnya. Laura masih bungkam.

“Hei, kau kenapa? Laura, kau masih mendengarkanku?” Suara Marc mulai tak tenang.

Laura membuka mulutnya, tapi sulit sekali untuk mengeluarkan kata-kata. “Ah… i—iya…,” katanya, tergugu.

“Kau kenapa? Apa ada sesuatu yang terjadi?” tanya Marc, khawatir.

Kembali Laura merasa kesulitan bicara. Benar-benar sialan pesona laki-laki itu. “A—aku… ba…ik. Ya, a—ku baik.”

“Kau jangan bercanda. Ada apa?” Suara Marc meninggi di seberang sana. Entah Laura yang salah dengar atau apa, tapi ia mendengar iringan suara angin saat Marc berbicara.

Laura tidak menjawab. Marc kembali memberondongnya dengan pertanyaan. “Kau di mana sekarang?”

Laura mendeham sebentar sebelum menjawabnya. “Hm, di apartemen. Ta… pi, masih di… lantai bawah.”

Suara desiran angin semakin kencang. “Baik, kau tunggu aku di sana. Aku akan segera datang,” ucap Marc cepat. Laura bingung. Apa maksud Marc dengan ucapan ‘aku akan segera datang’?

Laura masih menempel ponselnya di telinga. Sambungan telepon belum terputus. Suara angin yang berisik begitu mengganggu telinganya. Perasaan gadis itu tiba-tiba berubah tidak enak.

“Marc,” Laura memanggil Marc, pelan.

“Iya?” Marc menyahut di sana.

“Kau di mana?” tanya Laura, takut-takut.

“Di belakangmu.”

Laura sontak menoleh ke belakang. Dan benar saja Marc sedang berjalan cepat ke arahnya. Dengan kaus hijau limau yang terbungkus ketat di tubuh berototnya, Laura merasa paru-parunya tersumbat. Terlebih penampilan laki-laki itu begitu memesona dengan potongan rambut yang membuat wajah Marc lebih segar. Namun, ketampanan Marc berubah di mata Laura saat merasakan hawa tak baik yang mengeluar dari mata tajam Marc.

Sinyal panik langsung menyerangnya. Tangan gadis itu bergetar begitu Marc semakin dekat. Otaknya lamban memberi perintah. Hingga jarak Marc tinggal beberapa meter darinya, gadis itu langsung lari di sepanjang koridor gedung apartemen, menghindari laki-laki itu.

“Laura!” Marc berteriak memanggilnya di belakang. Gadis itu tahu pasti Marc mengejarnya. Laura semakin panik. Ia coba menoleh ke belakang, dan Marc memang mengejarnya.

Di pertigaan koridor, gadis itu belok ke kiri dan di depan sana tepat sebuah lift menghadang. Laura menambah kecepatannya. Ia merasa dadanya sangat sakit. Jantungnya berpacu cepat.

Laura memencet tombol lift itu. Tak sampai sedetik, pintu lift terbuka. Laura langsung masuk ke dalamnya dan menekan tombol berangka 7.

Menunggu pintu lift tertutup, Laura melihat Marc sedang berlari ke arahnya. Detik-detik menunggu tertutupnya pintu lift serasa begitu lamban. Wajah gadis itu pucat. Pintu lift hampir menutup sepertiga hingga kemudian tubuh Marc terlempar masuk ke dalam dan otomatis menabrak tubuh Laura hingga punggung gadis itu membentur dinding lift.

Dengan napas terengah-engah, Marc mengcengkram erat bahu Laura dan menatapnya garang. Laura yang ditatap seperti itu seketika menciut. Ia merasa darah seakan menyurut dari wajahnya.

“Apa maksudmu menghindariku seperti tadi?” tanya Marc dengan tajam.

Laura tidak menjawab. Napasnya tertahan. Hal itu semakin membuat amarah Marc memuncak. “Jawab aku, Laura!” bentaknya di depan wajah gadis itu. Laura tersentak kaget mendengar bentakan Marc. Gadis itu tetap diam. Pita suaranya seakan hilang.

Pusing menyerang gadis itu. Di bawah tatapan Marc, dengan wajah yang begitu dekat dengannya, lutut Laura melemas. Seketika tubuh gadis itu pun ambruk di dada Marc saat pintu lift berdenting terbuka.

***

Dingin. Itulah yang dirasakan gadis itu di keningnya saat kesadarannya perlahan-lahan mulai terkumpul. Laura menyipitkan mata, masih belum menyesuaikan betul dengan keadaan sekitar yang terang benderang. Dirasakannya pegal di sekujur tubuhnya. Laura mengerjap beberapa kali, hingga ketika mata sukses terbuka, laki-laki itu langsung menampakkan wajahnya di hadapannya.

Laura tidak ingat berapa kali ia terkejut hari ini. Yang pasti ia merasa lelah akibat terlalu sering terkejut. Dan kali ini ia kembali mengalaminya lagi.

“Bagaimana perasaanmu?” Marc mengambil kain basah yang diletakkannya di atas kening Laura dan menaruhnya di baskom kecil di atas nakas sebelah tempat tidur Laura. Tangannya menyentuh kening Laura, lalu memijatnya pelan. Laura memejamkan matanya, menikmati pijatan Marc sekaligus melindungi matanya dari wajah laki-laki tiu. Wajah itu terlalu bersinar dan Laura berpikir hal itu tidak akan bagus untuk matanya, yang nantinya akan mengirimkan sinyal darurat. Hingga pada akhirnya jantungnya kembali berdegup tak keruan.

“Kau tidak menjawab pertanyaanku.” Marc kembali membuka suara.

“Aku baik, Marc,” desah Laura, dengan nada lelah.

Marc menghentikan pijatannya. Tangannya berpindah, menggenggam telapak tangan Laura. Marc membawa tangan Laura ke bibir, mengecupnya dengan pelan. Mata Laura masih terpejam. Namun, ia bisa merasakan kehangatan bibir Marc di tangannya.

“Kau masih berhutang penjelasan padaku. Tidurlah,” suruh Marc sembari menyingkirkan poni Laura yang mulai panjang ke belakang. Marc membelai rambut Laura, lalu mengecup keningnya.

Laura membuka matanya. Wajah Marc sangat dekat padanya. Gadis itu bahkan bisa melihat pori-pori kecil di wajah laki-laki itu. “Aku minta maaf,” ucapnya lirih.

“Tak apa. Kau kelelahan sekarang. Istirahatlah.” Marc menarik selimut hingga menutupi dada Laura.

“Marc,” panggil Laura, pelan.

“Iya?”

“Aku ingin mengaku sesuatu. Tentang tadi,” Laura memberanikan dirinya menatap Marc lebih lekat. Marc menunggu. “Tapi, janji jangan tertawa setelah kau mendengar pengakuanku.” Laura mewanti terlebih dahulu.

“Baiklah.” Marc menaikkan alis matanya. Laki-laki itu menegakkan punggungnya sebentar, membetulkan posisi duduknya, lalu kembali merunduk ke arah Laura.

“Aku tahu ini konyol. Tapi, aku takut… bertemu denganmu,” aku Laura.

Marc mengernyitkan dahinya heran. “Takut kenapa?” tanyanya agak cemas. Ini tidak seperti biasanya. Pasti ada apa-apanya jika Laura sampai takut bertemu dengannya.

“Pesonamu.”

Laura menunggu reaksi Marc. Ia berkata jujur. Memang ia takut bertemu Marc karena khawatir ia akan jatuh pingsan akibat ketampanan laki-laki itu. Dan pada akhirnya ia memang jatuh pingsan.

Sebuah senyuman mengembang di bibir laki-laki itu. Marc mengacak-acak rambut Laura dengan gemas. “Dasar bodoh! Apa pesonaku begitu mengerikan sampai-sampai kau tak sanggup melihat wajahku? Aku begitu tampan, eh?” Marc coba goda Laura.

Pipi Laura yang sebelumnya pucat itu bersemu merah. Marc tidak bereaksi berlebihan. Setidaknya laki-laki itu tidak menertawainya. “Ya, sangat tampan dan ketampananmu itu hampir membunuhku.”

Marc tertawa renyah. “Kupikir aku saja yang mengalaminya. Kau tahu? Kadang aku juga berpikiran sama. Kau memang tidak menyadarinya. Tapi, karena ketidaksadaranmu itulah yang membuatku hampir mati. Aku hampir mati setiap melihatmu menggerai rambutmu. Kecantikanmu tidak masuk akal. Tapi, aku menyukainya. Dan karena kau sudah mengetahuinya, maukah kau berjanji satu hal padaku?” tanya Marc, menatap penuh cinta pada Laura.

“Apa itu?”

“Jangan menggerai rambutmu sembarangan.” Marc menyentuh rambut Laura dan mengambil beberapa helai di samping kepala gadis itu. “Ini adalah aset berhargamu. Dan kuharap kau tidak memperlihatkannya pada orang lain selain diriku. Aku suka rambut ini,” Marc mengendus helaian rambut cokelat itu, mencium baunya yang beraroma perpaduan antara susu dan bunga mawar.

“Baiklah. Apa pun yang kauinginkan,” jawab gadis itu.

“Terima kasih. Dan tidurlah. Aku akan menjagamu di sini.” Marc mengecup pipi Laura.

Tak lama gadis itu pun terlelap dan mulai terbang ke alam mimpi. Ia bermimpi. Tentang seorang pangeran yang menunggangi kuda putih datang kepadanya dan membawanya ke istana. Pangeran itu melamarnya, memintanya menjadi permaisuri yang akan mendampinginya di singgasana. Tanpa ragu Laura menerima pinangan pangeran. Ia menerimanya karena sesungguhnya pangeran itu adalah Marc Márquez Alenta. Mereka akhirnya menikah dan hidup bahagia selamanya.

Marc memperhatikan dengan saksama wajah Laura yang sedang terlelap. Guratan senyum mengembang di bibir gadis itu.

“Kau pasti mimpi indah,” tebak Marc dengan suara pelan. Senyum laki-laki itu ikut merebak. Ia sangat beruntung memiliki Laura, gadis yang dalam keadaan tertidur pun masih bisa membuatnya tersenyum. “Aku mencintaimu,” bisiknya.

END

Berikut foto-foto yang dilihat oleh Laura.

cove2r

cove2r

cove2r

Kritik dan saran ditunggu ya… 😉 Thanks for reading

Published by

Rita

I love writing ^_^

20 thoughts on “Mini FF : Ridiculous Girlfriend”

  1. Laura menunggu reaksi Marc. Ia berkata jujur. Memang ia takut bertemu Marc karena khawatir ia akan jatuh pingsan akibat ketampanan laki-laki itu. Dan pada akhirnya ia memang jatuh pingsan.

    haha aku seneng sama bagian itu. kocak Lauranya :D. ff kamu selalu bagus Ritaaa 🙂 pengen deh bisa nulis bagus kayak kamu hehe

    Like

  2. AHAHHAHAHAH, GUE NGAKAK RIT, Gilaaaa, hanya karena pesona Marc Laura begitu yaampunnnn… Kalo aku jadi marc aku bakalan ketawain laura abis2an hhahhahah *tpibukan(?) keren kerennn, lanjutttttttttttttttt 😀

    Like

  3. ketawa+senyum2 gaje bacanya (mumpung lg sendirian)
    apalg pas bagian Laura mengungkapkan kejujurannya+Marc mengungkapkan kejujurannya jg tentang rambut Laura.

    Reaksi Laura beda sama aku pas liat foto2 itu dulu hahaha

    aku malah gk pingsan…cuma cengo+ngabayangin marc yg dulu itu gk kyak gini masih krempeng #eh tp sekarang pas umur 20an jd gini bak dewa yunani dia dimataku #eh

    Like

    1. Kan ada pepatahnya cowok makin mateng tambahh ganteng wkwkwk…. Aku sesek napas lho liat foto2 itu. *ketahuan deh kalo ff ini ternyata curcol* wkwkwkkw….

      Like

  4. Ceritanya bagus. Menghibur banget……
    Kadang bikin ngakak jugaaa… haaaahaaa
    Tapi kadang2 imajinasinya gimanaaa gitu yaa klo marc lagi cium lauraaa.. hahahah

    Like

  5. ehm ehm.. #nahanketawa
    soal laura yang sampe pingsan gara gara terpesona sama marc.. itu sih wajar.. hahaha
    habisnya si marc itu gantengnya nggak ketulungaaan. hot bangeeet. hahah
    terus ni yaa..
    siapa sih cewek yg nggak ngiler kalo lihat foto itu?? aku aja sampe nggak kedip lihatnya. wkwkwk
    satu satunya foto yang nggak aku bagi ke adek aku adalah foto ini.. kenapa?? karena terlalu hot! XD

    Like

Leave a comment