Cervera : Love At First Sight #1

Main Cast :
Marc Márquez Alenta
Laura Amberita
Álex Márquez Alenta, etc
Genre :
Romance, Family, etc.

PS : Hai-hai… *lambai-lambai tangan ala Miss Universe* aku datang lagi membawa cerita baru setelah sekian lama tidak post apapun. SEKALI LAGI! CERITA BARU! Jadi ff ini tidak ada hubungannya dengan ff sebelumnya. Happy reading (∩_∩)

“Dasar anak tidak tahu diri! Kau sinting ya? Dia itu ayah tirimu! Kau mau jadi pelacur murahan ya? Dasar jalang!” maki wanita paruh baya itu sambil mendaratkan beberapa tamparan keras ke pipi anak gadisnya yang menangis kesakitan. Wanita itu tidak peduli. Terus-terusan ia menampar anak gadisnya tanpa ampun.

“Ampun, Mom. Ampun….”

Erangan kesakitan itu tidak diperdulikan oleh wanita itu. Malahan semakin anak gadisnya mengerang semakin bertambah keras juga tamparan wanita itu.

“Kau itu benar-benar anak kurang ajar. Kalau kau ingin mencari pemuas nafsumu, cari saja gigolo di luar sana. Jangan suamiku!”

Kali ini wanita paruh baya itu menjambak rambut anaknya tanpa belas kasihan sedikit pun. Wanita itu pikir anak gadisnya memang perlu diberi pelajaran karena berani-beraninya menggoda Andrew, suaminya sekaligus merupakan ayah tiri anaknya.

“Aku tidak pernah melakukannya, Mom. Tapi Andrew-lah yang menggodaku duluan… AKH!!! Sakit, Mom,” rintih gadis itu semakin kesakitan karena tulang kering di tendang oleh wanita paruh baya itu.

“Jangan pernah memfitnah Andrew. Sudah terbuktinya kaulah duluan yang mencoba menggodanya. Dasar jalang! Aku menyesal telah melahirkanmu ke dunia ini. Pergi kau! Jangan pernah kau pulang lagi ke sini. Mulai sekarang kau bukan anakku lagi. Aku malu punya anak jalang sepertimu!!!”

Wanita paruh baya itu mendorong anak gadisnya ke luar pintu. Lalu ia masuk ke dalam lagi dan tak berapa lama kemudian keluar lagi sambil mencampakan sebuah tas yang berisi pakaian tepat di wajah anak gadisnya.

“Pergi kau yang jauh! Jangan pernah kau menginjakkan kakimu disini lagi,” usir wanita paruh baya itu sadis, kemudian masuk ke dalam rumahnya sambil membanting pintu kuat.

Gadis itu memunguti beberapa pakaian yang tercecer di lantai dan memasukannya ke dalam tas. Kemudian ia pun pergi dari rumah itu.

Sejujurnya gadis itu bingung. Entah kemana ia harus melangkah. Sempat tercetus ide untuk pulang ke rumah neneknya. Tapi, mengingat ia diusir dan tak memiliki uang sepeser pun, bagaimana ia harus ke tempat neneknya? Dan keadaannya yang seperti ini juga mungkin ia akan dikira orang gila yang kabur dari rumah sakit jiwa. Oh, Tuhan tolonglah.

***

Gadis itu menangis di sebuah lorong gelap yang kumuh. Penampilannya bahkan hampir bisa di sama ratakan dengan pengemis yang sedang menggelandang. Tubuhnya kotor dan bau karena debu dan keringat yang menempel.

Gadis itu tidak tahu harus pergi kemana. Kakinya membawanya datang ke daerah ini, tempat terkumuh di kota Cervera. Sebenarnya ia bukan penduduk asli Cervera. Hanya saja karena keterpaksaan ia harus datang dan tinggal di sini bersama ibunya yang menikah untuk ketiga kalinya dengan seorang pria yang berkewarganegaraan Inggris. Namun karena tuntutan pekerjaan, pria yang bernama Andrew itu menetap di Cervera bersama ibunya, serta dirinya juga.

Kehidupannya berubah 180 derajat saat ia pindah dari kota Salamanca, kota kecil yang memberikan rasa nyaman pada gadis itu yang dari kecil tinggal bersama neneknya. Dan sekarang ia harus meratapi nasibnya yang begitu memprihatinkan.

Ibunya yang kejam dan tidak menaruh peduli padanya. Bahkan dari kecil ia sudah tahu bahwa ia adalah anak yang tidak diinginkan oleh ibunya. Dan kelahirannya merupakan sebuah kecelakaan. Tapi, tidak sekali pun gadis itu menyesali pernah terlahir ke dunia hingga sampai sekarang ini.

Gadis itu tidak membenci ibunya walau sudah begitu banyak perlakuan buruk wanita itu padanya. Tapi, ia sangat membenci Andrew, ayah tirinya yang hampir saja memperkosanya tadi pagi saat ibunya sedang pergi berbelanja. Ini bukan pertama kalinya Andrew mencoba memperkosanya, namun sudah sering kali dan gadis itu mampu menghidari nafsu bejat suami ibunya. Hingga pagi tadi Andrew kepergok ibunya yang hampir memperkosa dirinya. Sebenarnya di sisi lain yang ia sangat bersyukur dengan datangnya ibunya saat Andrew hampir saja memperkosanya, karena ia tidak bisa lagi menghindari. Namun, pada akhirnya beginilah nasibnya, diusir dari rumah.

Perut gadis itu berbunyi, protes minta diisi. Ia ingat terakhir kali ia makan saat makan malam semalam. Oh, Tuhan, bagaimana ini?

Terdengar derap langkah kaki yang mendekat ke arah gadis itu. Ia pun memasang sikap waspada karena ia tahu daerah ini agak rawan kejahatan.

Suara-suara yang seperti menghujat satu sama lama semakin lama semakin jelas terdengar. 2 orang, tepatnya keduanya laki-laki, begitulah kesimpulan yang bisa diambil Laura.

“Kau itu orang yang paling menyebalkan yang pernah kutemui, kau tahu? Seharusnya hari ini adalah tugasmu membuang sampah, bukan aku!” Suara itu terdengar tidak senang.

“Sudahlah, Marc. Lakukan saja apa yang diperintahkan Mom. Kau bawa sekantong dan aku bawa sekantong. So? Adil, kan?” Suara yang ini terdengar lebih santai dan ringan.

“Adil kepalamu! Itu artinya aku harus bekerja 2 kali, bodoh!” sahut si suara tidak senang itu.

“Tidak apa-apalah, Marc. Anggap saja kau sedang melakukan kebaikan. Dan seperti kata Grandma dulu, orang baik akan mendapat hadiah yang sangat istimewa.” Si pemilik suara santai itu terdengar sangat menggelikan.

“Omong kosong,” tukas si suara tidak senang.

“Berhenti menggerutulah, Marc. Kau kan tidak rugi sesekali membantu adikmu yang manis ini. Buang sampah kan juga bukan pekerjaan yang sulit. Lagi pula café itu juga akan diwariskan kepadamu, kan? Ya, anggap sajalah ini latihan dasar sebagai calon direktur,” kata si suara santai sambil tertawa.

“Diam kau!” Pemilik suara tidak senang itu semakin jengkel.

Gadis itu yang mendengarkan mengkeret di tempat. Tempat kumuh ini memang terlihat seperti tempat pembuangan sampah. Dan ia juga sadar dengan bau tidak sedap yang terus-menerus menusuk hidungnya.

Gadis itu ingin keluar dari tempat ini mumpung ada kedua orang yang sedang berdebat kecil yang mungkin bisa membantunya pulang ke rumah neneknya. Tapi, tidak mungkin juga kan ia muncul di depan kedua orang itu dengan penampilan seperti ini. Dan lagi-lagi perutnya berbunyi minta diisi. Gadis itu meremas kuat perutnya, seolah memberi isyarat nonverbal agar perutnya tidak rewel.

Terdengar langkah kaki semakin mendekat ke arah gadis itu, bahkan sangat dekat karena gadis itu bisa melihat jelas kedua pemuda yang sedang membawa kantong besar yang kemudian dilempar begitu saja ke atas tumpukan sampah.

Kedua pemuda lalu berbalik dan hendak meninggalkan tempat ini, sebelum tiba-tiba saja dari salah satu mereka tidak sengaja mengijak sesuatu yang sedikit kenyal hingga menimbulkan jeritan kesakitan dari seorang gadis.

“Suara apa itu?” tanya salah seorang pemuda itu. Pria itu lantas menunduk ke bawah dan tampak sosok bayangan gadis di bawah sana. “ASTAGA, MARC!!! KAU MENGINJAK HANTU!!!” teriaknya histeris dan langsung melompat berdiri dengan raut wajah ketakutan.

Sementara itu, pemuda satu lagi yang dipanggil Marc ikut menunduk ke bawah dan keningnya mengerut, menatap seorang gadis yang tidak sengaja ia injak di bawah remang-remang lampu. Gadis itu tampak meringis kesakitan sambil mencengkram lengannya sendiri.

Marc menunduk lebih dalam lagi, ingin melihat gadis itu lebih dekat lagi hingga tiba-tiba saja seruan dari pemuda satunya lagi menyentaknya. “Hei, apa yang kau lakukan, Marc? Oh, Tuhan. Jangan mendekat pada sosok gadis itu. Dia berbahaya. Oh, sumpah demi Tuhan, Marc. Sebenci-bencinya aku denganmu, tapi kau tetaplah kakakku. Aku tidak mau kehilanganmu. Kau bisa diculik dengan hantu gadis itu,” cerocosnya sambil menarik-narik baju Marc.

Marc mendelik kesal pada pemuda itu. “Tidak heran kenapa Mom dulu sangat menginginkan anak perempuan. Dan keinginannya mungkin tercapai karena mulut kau seperti anak perempuan yang sedang mengoceh. Sayang saja kelaminmu itu mengatakan yang sebaliknya. Sekali lagi aku tegaskan padamu, Álex, tutup mulutmu atau kulemparkan kau ke tumpukan sampah itu,” ancamnya sadis.

“Tapi, tapi….” Álex ingin membantah kakaknya itu. Namun, melihat raut wajah Marc yang tampak mengerikan, Álex hanya mengangguk patuh.

Sementara itu, gadis itu merasa sedikit lebih baik setelah mendapat hiburan dari kakak-adik yang bertengkar di hadapannya. Walau pun lengannya terasa sangat perih dan kepalanya juga mulai pusing karena kelaparan, tapi ia cukup terhibur.

“Kau tidak apa-apa?” tanya Marc pada gadis itu. Gadis itu menggelengkan kepalanya pelan, dan memalingkan wajahnya ke samping. Ia merasa malu berhadapan dengan pria dalam keadaan seperti ini.

“Kau yakin?” tanya Marc sekali lagi. Kali ini gadis itu tidak menjawab, kepalanya ia tekankan di lututnya lututnya.

“Tuh, kan, Marc. Aku bilang apa juga. Dia itu hantu. Percuma saja bertanya padanya. Dia tidak akan menjawab pertanyaanmu karena dia tidak mengerti pertanyaanmu dan kalau pun dia jawab kau juga tidak mengerti bahasanya. Paling yang tahu bahasanya cuma Tuhan dan koloni hantunya. Sudahlah, ayo kita pergi,” ajak Álex dan kembali menarik baju Marc dari belakang.

Marc menatap Álex lagi, kali ini dengan tatapan paling mematikan. “Aku rasa Mom tidak keberatan mencuci bajumu yang baunya seperti sampah. Mau aku yang melemparmu ke tumpukan sampah itu atau kau saja yang melemparkan diri ke tumpukan itu?” tanya Marc dengan suara yang terdengar santai, tapi sangat menakutkan.

Álex menggeleng kepalanya cepat. “Tidak keduanya,” jawabnya cepat.

Marc kembali beralih ke gadis di hadapannya lagi. Entah kenapa ada rasa simpatinya yang begitu dalam terhadap gadis ini.

“Lalu, apa yang kau lakukan di sini?” tanya Marc kembali melembut.

Gadis itu mendongakan kepalanya dan saat itulah mata mereka bersitemu. Gadis itu tampak ragu sebelum menjawab, “aku kehilangan tempat tinggalku.”

“Woahhhhh…!!! Ternyata hantu ini bisa menjawab,” celetuk Álex dengan mulut terngangah.

“ÁLEX!!!” teriak Marc dan Álex langsung kembali membatu di tempat.

“Maafkan adikku yang kurang ajar ini. Namamu siapa?” tanya Marc pada gadis itu.

Gadis itu membuka mulutnya, hendak menjawab pertanyaan Marc. Namun, ia langsung merasakan nyeri luar biasa di lambung dan perutnya. Dan ia merasa dunia seolah berputar di sekelilingnya.

“La… ura…. Ya, namaku Laura.” Dan seketika itu pandangannya menghitam dan tubuhnya hampir terguling ke bawa jika tangan itu tidak singap menangkap tubuhnya.

***

“MOM!!! ANAK SULUNGMU MEMBAWA SEORANG MENANTU UNTUKMU!” seru Álex saat masuk ke dalam rumahnya. Sementara itu Marc yang mendengar seruan Álex hampir ingin mencekiknya kalau saja ia tidak sedang menggendong seorang gadis yang ia temui tadi.

Roser, ibu mereka datang dari belakang sontak terkejut melihat siapa yang dibawa pulang oleh anak sulungnya. Dan parahnya penampilan gadis yang digendong Marc ini sangat kotor dan berantakan.

“Oh, astaga, siapa dia, Marc?” tanya Roser pada Marc.

“Tamu, Mom. Dia terkena musibah. Kau tidak keberatan kan kalau kita menampung dia untuk sementara ini?” Marc menunjukan ekspresi biasa-biasa saja. Tapi ini cukup mengherankan untuk Roser karena ia mengenal betul anak sulungnya itu. Tidak biasanya Marc sembarangan membawa orang masuk ke rumah, bahkan teman adiknya pun pernah diusir oleh Marc karena dianggap menganggunya.

Roser tampak menilai sesaat sebelum ia berkata, “tapi, penampilannya… kau yakin dia, well, maksudku dia bukan gadis yang….”

“Dia terkena musibah, Mom,” sela Marc yang entah kenapa tiba-tiba saja merasa jengkel. “Dan kalau tidak salah bukankah kau pernah mengajarkan kami untuk selalu menawarkan bantuan kepada orang lain karena orang itu sedang dalam kondisi tidak baik. Dan orang yang kubawa ini sedang dalam kondisi tidak baik, Mom,” lanjutnya lagi.

“Cih! Sok baik,” cibir Álex yang sedang berdiri di atas undakan tangga.

“Baiklah. Bawa dia ke kamar tamu. Nanti biar Mom yang bersihkan tubuhnya,” putus Roser. Akhirnya Marc pun membawa Laura kamar tamu yang berada di lantai 2. Pria itu lantas membaring Laura ke atas tempat tidur.

Marc menatap Laura lekat-lekat. Wajah gadis itu tampak sangat familier baginya. Tapi, ia tidak yakin pernah bertemu Laura sebelumnya. Atau ini cuma dorongan simpati saja sehingga ia merasa wajah gadis itu tampak familier?

***

Pagi mulai menjelang dengan langit yang sedikit mendung di kota Cervera. Laura mengejapkan matanya perlahan, mencoba menyesuaikan penglihatannya terhadap cahaya ruangan. Namun, tiba-tiba saja ia tersentak kaget saat sebuah wajah muncul di atasnya, tepat di atas matanya. Reflek gadis itu pun langsung berteriak histeris.

“Akhhhhhh!!!” Laura langsung terbangun dari tidurnya dan memasang sikap waspada pada pemuda yang berada di sampingnya. “Siapa kau?” tanyanya gemetaran.

“Heh?” Pemuda itu melongo melihat tingkah Laura. Siapa dirinya? Seharusnya ialah yang menanyakan siapa gadis itu? Tapi kenapa jadi terbalik begitu situasinya?

“Ada apa ini?” Seorang pemuda lagi datang dari pintu kamar yang di tempati Laura. Pemuda itu pun mendekat ke ranjang Laura. “Álex, apa yang sudah kau lakukan?” tanyanya galak pada pemuda yang berada tadi mengejutkan Laura.

“Aku? Tidak. Aku tidak melakukan apa-apa,” jawab Álex tanpa rasa bersalah.

“Lalu, kenapa dia berteriak seperti tadi?”

“Manalah aku tahu,” balas Álex jengkel. Lagi-lagi ia kena omel. Álex kemudian melirik Laura dengan tatapan sebal. “Gadis ini saja yang terlalu berlebihan. Dasar,” gerutunya.

“Keluar,” perintah Marc pada adiknya itu.

“Kau mengusirku?” Álex melototkan matanya pada Marc, tidak terima dengan perlakuan kakaknya itu. Apalagi ia diusir di depan gadis itu. Harga dirinya serasa diinjak begitu saja.

“Aku rasa kau tidak tuli,” ketus Marc sembari menarik Álex berdiri dan mendorongnya keluar.

“Hei, hei… apa yang kau lakukan?” protes Álex. “Huh! Dasar kau menyebalkan!” Álex langsung pergi setelah diusir seperti itu.

Marc mendekati Laura. Sementara gadis itu hanya diam menyaksikan pertengakaran kedua kakak-beradik itu. Laura langsung bisa mengambil kesimpulan mereka kakak-beradik saat melihat wajah mereka. Mereka sangat tampan.

“Sudah lebih baik?” tanya Marc yang berubah lembut padanya.

Laura sedikit tercengang mendapat perhatian seperti ini. Selama ia hidup, satu-satunya orang yang memberinya perhatian hanyalah nenek. Dan Laura mendapatkannya juga dari pemuda ini.

Laura mengangguk pelan.

“Maafkan adikku yang lagi-lagi bersikap sedikit kurang ajar padamu,” ucap Marc.

“Tidak. Dia tidak melakukan apa-apa kok. Aku saja yang terlalu berlebihan. Well, aku hanya sedikit terkejut dengan keadaan. Maaf,” balas Laura segan.

“Tidak perlu minta maaf, Laura. Aku mengerti kau sedikit kebingungan. Mari, kita sarapan. Ibuku sudah menunggu di bawah,” kata Marc seraya mengulurkan tangan.

“Tunggu! Kau tahu namaku?” tanya Laura heran.

“Kan kau yang memberitahuku semalam. Tidak ingat ya? Well, kau bisa memanggilku Marc. Ayo,” ajak Marc dan tangannya masih terulur pada Laura.

Ragu-ragu Laura menerima uluran tangannya dan untuk alasan yang sangat tidak dimengertinya ada semacam sengatan yang tiba-tiba menyetrum telapak tangannya saat kulitnya bersentuhan dengan Marc. Tapi, rasanya sangat nyaman dan Laura tidak ingin melepasnya.

Astaga, Laura. Apa yang sedang kau pikirkan?

Saat Laura bangkit berdiri dari tempat tidurnya, ia langsung dihantam rasa nyeri di tulang kering dan seketika itu tubuhnya limbung, hilang keseimbangan dan langsung terjatuh tepat di atas tubuh Marc. Oh, astaga!

Laura mendongakan kepalanya dan menatap wajah yang berada di bawahnya. Wajah pria itu tampak terkejut juga. Ia juga tidak sigap saat tubuh gadis itu jatuh.

Matanya mereka bersitemu dan bertatapan cukup lama. Mereka bahkan masih bertahan dengan posisi seperti ini. Hingga tiba-tiba saja entah setan dari mana yang dikirim oleh Tuhan, dan…

“WOAHHH…!!! MOM, MARC BERBUAT MESUM DI KAMAR TAMU!!!”

Suara teriakan Álex menggelegar di seluruh penjuru rumah dan sontak membuat pipi Laura memerah. Haish!!!

To Be Continued…

Published by

Rita

I love writing ^_^

11 thoughts on “Cervera : Love At First Sight #1”

  1. FF yg ini bgs, gya bhs ny pun rapi. Semoga lnjtn ny g kyk FF yg udh2, keep writting y girl 😀

    Like

  2. #maafbarukomen hiihihihi… dari semua ff-mu aku paling suka yang ini 😀 awalnya sedih tapi pas tengah2 lucu banget waktu adegan Marquez bersaudara berantem terus hahaha…
    cepetan lanjutin yahh…

    Like

  3. saya seketika langsung jatuh cinta sama FFmu ini sista,, 🙂 suka banget sama karakter alex yg kamu gambarkan,
    ayoo di tunggu kelanjutannya,, 😀
    ohh iyaa,, boleh kan saya menjelajah blogmu untuk mencari FF yang lain,, bolehh yahh??
    thanks 😀

    Like

  4. Iseng nemu FF kek begini 😀
    Karakter Alex lucu amat 😀 sebagai fans Alex saya merasa: kesannya jauh banget sama Alex yang biasanya muncul! Kan biasanya tuh si Alex sama Marc selalu pasang senyum cool gitu 😀

    Keep writing yesss
    Sorry for this late comment 😀

    Like

Leave a comment